Organisasi Internasional
Organisasi Kerjasama Islam
oleh
Adika Fawaz Safitra, Fajar Prihatno, Jelita Rahma Hidayati, Lita Yulia, Paramita Nirmalawati, Rifki Alfisyahri
XI IPA 1
SMA Negeri 2 Cibinong
Jl Raya Karadenan no. 05 Karadenan, Cibinong
TA 2011/2012
Organisasi Kerjasama Islam
oleh
Adika Fawaz Safitra, Fajar Prihatno, Jelita Rahma Hidayati, Lita Yulia, Paramita Nirmalawati, Rifki Alfisyahri
XI IPA 1
SMA Negeri 2 Cibinong
Jl Raya Karadenan no. 05 Karadenan, Cibinong
TA 2011/2012
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum
warahmatullahi wabaraktuh
Alhamdulillahirrabbil
alamin, puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, hidayah dan rizki, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
dengan sebaik-baiknya. Tugas yang kami buat adalah berupa makalah mengenai
organisasi internasional. Pembahasan yang kami bahas dalam makalah ini adalah
mengenai Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).
Makalah ini kami susun
sebagai penyelesaian tugas pelajaran PKn di sekolah yang diberikan oleh guru
pembimbing kami yaitu Ibu Yayah selaku guru PKn kelas XI IPA 1. Makalah ini
akan membahas mengenai Organisasi Kerja Sama Islam yang merupakan salah sati
dari organisasi internasional yang Indonesia merupakan anggotanya. Selain
Indonesia negara-negara lain yang mayoritas agama penduduknya adalah islam juga
menjadi bagian dari organisasi ini. Pembahasan lebih lanjut akan dibahas pada
BAB III Pembahasan.
Kami juga
berterimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu terselesaikannya
penulisan makalah ini. Dengan ditulisnya makalah ini kami harap pembaca dapat
paham dan tahu mengenai organisasi internasional yaitu Organisasi Kerja Sama
Islam. Semoga makalah ini bermanfaat.
Wassalam
Bogor,
Januari 2012
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I Pendahuluan
1.1
Latar Belakang
1.2
Tujuan
1.3
Masalah
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Organisasi
Konferensi Islam (OKI) merupakan organisasi internasional non militer yang
didirikan di Rabat, Maroko pada tanggal 12 Rajab
1389 H/ 25
September 1969. Dipicu oleh peristiwa pembakaran Mesjid Al Aqsha yang terletak
di kota Al Quds (Jerusalem) pada tanggal 21 Agustus 1969 oleh pengikut fanatik kristen
dan yahudi di Jerusalem, telah
menimbulkan reaksi keras dunia, terutama dari kalangan umat Islam. Saat itu
dirasakan adanya kebutuhan yang mendesak untuk mengorganisir dan menggalang
kekuatan dunia Islam serta mematangkan sikap dalam rangka mengusahakan
pembebasan Al Quds.
Atas prakarsa Raja
Faisal dari Arab Saudi dan Raja Hassan II dari Maroko, dengan Panitia Persiapan
yang terdiri dari Iran, Malaysia, Niger, Pakistan, Somalia, Arab Saudi dan
Maroko, terselenggara Konferensi Tingkat Tinggi
(KTT) Islam yang pertama pada tanggal 22-25 September 1969 di Rabat,
Maroko. Konferensi ini merupakan titik
awal bagi pembentukan Organisasi
Konferensi Islam (OKI).
Secara umum
latar belakang terbentuknya OKI adalah sebagai
berikut :
Tahun
1964 : Pada
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Arab di Mogadishu timbul suatu ide untuk
menghimpun kekuatan Islam dalam suatu wadah internasional.
Tahun
1965 : Diselenggarakan
Sidang Liga Arab sedunia di Jeddah Saudi Arabia yang mencetuskan ide untuk
menjadikan umat Islam sebagai suatu kekuatan yang menonjol dan untuk menggalang solidaritas Islamiyah
dalam usaha melindungi umat Islam dari zionisme khususnya.
Tahun
1967 : Pecah
Perang Timur Tengah melawan Israel. Oleh karenanya solidaritas Islam di
negara-negara Timur Tengah meningkat.
Tahun
1968 : Raja
Faisal dari Saudi Arabia mengadakan
kunjungan ke beberapa negara Islam dalam rangka penjajagan lebih lanjut untuk
membentuk suatu Organisasi Islam Internasional.
Tahun
1969 : Tanggal
21 Agustus 1969 Israel merusak Mesjid Al Aqsha.
Peristiwa tersebut menyebabkan memuncaknya kemarahan umat Islam terhadap Zionis
Israel.
Seperti
telah disebutkan diatas, Tanggal 22-25 September 1969 diselenggarakan
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) negara-negara Islam di Rabat, Maroko untuk
membicarakan pembebasan kota Jerusalem dan Mesjid Al Aqsa dari cengkeraman
Israel. Dari KTT inilah OKI berdiri.
Akhir-akhir ini OKI mengubah namanya yang dari sebelumnya
Organisasi Konferensi Islam menjadi Organisasi Kerja Sama Islam pada tanggal 28
Juni 2011.
1.2
TUJUAN DAN PRINSIP
1.2.1 TUJUAN ORGANISASI KERJA SAMA ISLAM
Secara
umum tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk mengumpulkan bersama
sumber daya dunia Islam dalam mempromosikan kepentingan mereka dan
mengkonsolidasikan segenap upaya negara tersebut untuk berbicara dalam satu
bahasa yang sama guna memajukan perdamaian dan keamanan dunia muslim. Secara
khusus, OKI bertujuan pula untuk
memperkokoh solidaritas Islam diantara negara anggotanya, memperkuat kerjasama
dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan iptek.
Pada
Konferensi Tingkat Menteri (KTM) III OKI,
bulan FebruarI 1972, telah diadopsi piagam organisasi
yang berisi tujuan OKI secara lebih lengkap, yaitu :
a. Memperkuat/memperkokoh :
1). solidaritas diantara negara anggota;
2). kerjasama dalam bidang politik, ekonomi,
sosial, budaya dan iptek.
3). perjuangan
umat muslim untuk melindungi kehormatan kemerdekaan dan hak-haknya.
b. Aksi bersama untuk :
1). melindungi tempat-tempat suci umat Islam;
2). memberi
semangat dan dukungan kepada rakyat Palestina dalam memperjuangkan haknya dan
kebebasan mendiami daerahnya.
c. Bekerjasama untuk :
1). menentang diskriminasi rasial dan segala
bentuk penjajahan;
2). menciptakan
suasana yang menguntungkan dan saling pengertian diantara negara anggota dan
negara-negara lain.
1.2.2 PRINSIP ORGANISASI KERJA SAMA ISLAM
Untuk mencapai
tujuan diatas, negara-negara anggota OKI
menetapkan 5 prinsip, yaitu :
a.
Persamaan
mutlak antara negara-negara anggota
b.
Menghormati
hak menentukan nasib sendiri, tidak campur tangan atas urusan dalam negeri
negara lain.
c.
Menghormati
kemerdekaan, kedaulatan dan integritas wilayah setiap negara.
d.
Penyelesaian
setiap sengketa yang mungkin timbul melalui cara-cara damai seperti
perundingan, mediasi, rekonsiliasi atau arbitrasi.
e.
Abstein
dari ancaman atau penggunaan kekerasan terhadap integritas wilayah, kesatuan
nasional atau kemerdekaan politik sesuatu negara.
BAB II
TEORI DASAR
UU RI NO. 37 TAHUN 1999
Sesuai UU RI No. 37 Tahun 1999
tentang hubungan luar negeri, organisasi internasional diartikan sebagai
organisasi antar pemerintah. Tugas dari organisasi internasional adalah sebagai
media untuk melakukan kerja sama antarnegara di dunia. Sedangkan pengertian
organisasi internasional sendiri adalah organisasi yang dibentuk oleh
negara-negara di dunia untuk mencapai tujuan tertentu.
Indonesia sebagai negara yang
menjalankan politik bebas aktif, selalu aktif dalam menjadi bagian dari
organisasi internasional. Organisasi internasional ini menjadi pilar utama
dalam menjembatani kebutuhan-kebutuhan dari negara di dunia.
Dalam pembentukkan organisasi
internasional terdapat empat aspek yang menjadi faktor terpenting. Keempat
aspek tersebut adalah
1. Aspek filosofi, merupakan aspek
pembentukkan organisasi internasional yang berkenaan dengan falsafah atau
tema-tema pokok suatu organisasi internasional, misalnya: tema keagamaan, tema
perdamaian, tema penentuan nasib sendiri, tema kerjasama ekonomi.
2. Aspek hukum, adalah aspek yang
berkenaan dengan permasalahan-permasalahan konstitusional dan prosedural,
misalnya: diperlukannya constituent instrument, dapat bertindak sebagai pembuat
hukum, mempunyai personalitas dan kemampuan hukum.
3. Aspek asministratif, adalah
aspek yang berkenaan dengan administrasi internasional, misalnya: adanya
sekretariat tetap, adanya pejabat sipil internasional, mempunyai anggaran.
4. Aspek struktural, adalah aspek
yang berkenaan dengan permasalahan kelembagaan yang dimiliki oleh organisasi
internasional.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 ANGGOTA OKI
1.
Afganistan (1969)
2.
Aljazair (1969)
3.
Chad (1969)
4.
MESIR (1969)
5.
Guinea (1969)
6.
Indonesia (1969)
7.
Iran (1969)
8.
Yordania (1969)
9.
Kuwait (1969)
10.
Lebanon (1969)
11.Libya
(1969)
12.Malaysia
(1969)
13.Mali (1969)
14.Mauritania
(1969)
15.Maroko
(1969)
16.Niger
(1969)
17.Pakistan
(1969)
18.Palestina
(1969)
19.Arab
Saudi (1969)
20.Yaman(1969)
21.Senegal
(1970)
22.Sudan
(1970)
23.Somalia(1970)
24.Tunisia(1970)
25.Turki(1970
26.Bahrain (1970)
27.Oman (1970)
28.Qatar (1970)
29.Suriah (1970)
30.Uni Emirat Arab(1970)
31.Sierra Leone(1972)
32.Bangladesh(1974)
33.Gabon(1974)
34.Gambia(1974)
35.Guinea-Bissau(1974)
36.Uganda(1974)
37.Burkina Faso(1975)
38.Kamerun(1975)
39.Komoro(1976)
40.Irak(1976)
41.Maladewa(1976)
42.Djibouti(1978)
43.Benin(1982)
44.Brunei(1984)
45.Nigeria(1986)
46.Albania(1991)
47.Azerbaijan(1992)
48.Kirgizstan(1992)
49.Tajikistan (1992)
50.Turkmenistan(1992)
51.Mozambik(1994)
52.Kazakhstan(1995)
53.Uzbekistan(1995)
54.Suriname(1996)
55.Togo(1997)
56.Guyana(1998)
57.Pantai Gading(2001)
3.2 BADAN-BADAN UTAMA
3.2.1 KONFERENSI PARA RAJA DAN KEPALA
NEGARA/PEMERINTAHAN
Konferensi para Raja dan Kepala
Negara/Pemerintahan merupakan badan otoritas tertinggi dalam organisasi. Semula
badan tersebut mengadakan sidangnya apabila kepentingan umat Islam memandang
perlu untuk mengkaji dan mengkoordinasikan kebijaksanaan mengenai masalah-masalah
yang menyangkut kepentingan dunia Islam. Tetapi pada KTT III OKI di Mekkah,
bulan Januari 1981, ditetapkan bahwa KTT diadakan sekali dalam tiga tahun untuk
menetapkan kebijakan-kebijakan yang akan diambil OKI.
Semenjak kelahirannya, OKI telah menyelenggarakan 10 (sepuluh)
kali KTT, yaitu:
1.
KTT I : Rabat,
Maroko, 22-25 September 1969
2.
KTT II : Lahore,
Pakistan, 22-24 February 1974
3.
KTT III : Mekkah,
Saudi Arabia, 25-28 January 1981
4.
KTT IV : Casablanca,
Maroko, 16-19 January 1984
5.
KTT V : Kuwait,
26-29 January 1987
6.
KTT VI : Dakar,
Senegal, 9-11 Desember 1991.
7.
KTT VII : Casablanca,
Maroko, 13-15 Desember 1994
8.
KTT VIII : Teheran,
Iran, 9-11 Desember 1997.
9.
KTT IX : Doha,
Qatar, 12-13 November 2000
10. KTT
X : Kuala
Lumpur, Malaysia, 16-17 Oktober 2003
3.2.2 KONFERENSI PARA
MENTERI LUAR NEGERI
Dalam Article V Piagam OKI disebutkan bahwa
Konferensi Para Menteri Luar Negeri (KTM) diadakan sekali dalam setahun
bertempat disalah satu negara anggota.
Pertemuan yang dihadiri oleh para Menteri Luar Negeri tersebut akan
memeriksa dan menguji "progress
report" dari implementasi atas
keputusan-keputusan dari kebijakan yang diambil
pada pertemuan puncak.
KTM
Luar Biasa dapat diadakan atas permintaan satu atau beberapa negara anggota
atau diminta oleh Sekretaris Jenderal dengan persetujuan mayoritas dua per tiga
negara anggota. KTM berhak pula meminta disidangkannya Konferensi Tingkat
Tinggi.
Sampai
saat ini telah dilangsungkan 30 kali KTM dengan negara penyelenggara (tuan
rumah) sebagai berikut :
1.
KTM I : Jeddah,
Saudi Arabia, Maret 1970
2.
KTM II : Karachi,
Pakistan, Desember 1971
3.
KTM III : Jeddah,
Saudi Arabia, February – Maret 1972
4.
KTM IV : Bengazi,
Libya, 24-26 Maret 1973
5.
KTM V : Kuala
Lumpur, Malaysia, 21-25 Juni 1974
6.
KTM VI : Jeddah,
Saudi Arabia, 12-17 Juli 1975
7.
KTM VII : Istanbul,
Turki, 12-15 Mei 1976
8.
KTM VIII : Tripoli,
Libya, 16-22 Mei 1977
9.
KTM IX : Dakar,
Senegal, 24-28 April 1978
10. KTM
X : Fez,
Maroko, Mei 8-12 Mei 1979
11. KTM
XI : Islamabad,
Pakistan, 17-22 Mei 1980
12. KTM
XII : Baghdad,
Irak, 1-5 Juni 1981
13. KTM
XIII : Niamey,
Nigeria, 22-26 Agustus 1982
14. KTM
XIV : Dhaka,
Bangladesh, 6-11 Desember 1983
15. KTM
XV : Sana'a,
Yaman Utara, 18-22 Desember 1984
16. KTM
XVI : Fez,
Maroko, 6-10 Januari 1986
17. KTM
XVII : Amman,
Jordania, 21-25 Maret 1988
18. KTM
XVIII : Riyadh,
Saudi Arabia, 13-16 Maret 1989
19. KTM
XIX : Kairo,
Mesir, 31 Juli – 5 Agustus 1990
20. KTM
XX : Istanbul,
Turki, 4-8 Agustus 1991
21. KTM
XXI : Karachi,
Pakistan, 25-29 April 1993
22. KTM
XXII : Casablanca,
Maroko, 10-12 Desember 1994
23. KTM
XXIII : Conakry,
Guinea, 9-12 Desember 1995
24. KTM
XXIV : Jakarta,
Indonesia, 9-13 Desember 1996
25. KTM
XXV : Doha,
Qatar, 15-17 Maret 1998
26. KTM
XXVI : Ouagadougou,
Burkina Faso, 28 Juni – 1 Juli 1999
27. KTM
XXVII : Kuala
Lumpur, Malaysia, 27-30 Juni 2000
28. KTM
XXVIII : Bamako,
Mali, 25-29 Juni 2001
29. KTM
XXIX : Khartoum,
Sudan, 25-27 Juni 2002
30. KTM XXX : Teheran, Iran, 28-30 Mei 2003
Sebagaimana
telah menjadi kebiasaan,
maka para Menteri Luar Negeri negara anggota OKI juga mengadakan Sidang
Konsultasi Tingkat Menteri di New York dalam rangka Persidangan Majelis Umum
PBB. Disamping itu ada pula Sidang-sidang KTM Luar Biasa.
3.2.3 SEKRETARIAT
JENDRAL
Sekretariat
Jenderal merupakan organ eksekutif OKI dan dipimpin oleh seorang Sekretaris
Jenderal (Sekjen) dengan 4 (empat) orang Asisten Sekjen. Sekjen dipilih oleh
KTM untuk masa jabatan 4 (empat) tahun dan tidak dapat dipilih kembali.
Perubahan jabatan menjadi empat tahun tersebut ditetapkan dalam KTT III di
Mekkah tahun 1981 sedangkan sebelumnya masa jabatan tersebut hanya untuk dua
tahun saja tetapi dapat diperpanjang
untuk masa tidak lebih dari dua tahun. Sekretariat Jenderal dipercayakan
mengimplementasikan keputusan-keputusan yang diambil oleh KTT dan KTM.
Secara
berturut-turut, Sekretaris Jenderal yang telah
melaksanakan tugasnya sejak OKI
berdiri, adalah :
1.
Tengku Abdul Rahman,
Malaysia (1970 – 1973)
2.
Hassan Tuhami, Mesir
(1974 – 1975)
3.
Amadou Karim Gaye,
Senegal (1975 – 1979)
4.
Habib Chatty, Tunisia
(1979 – 1984)
5.
S.S. Przada, Pakistan (1985 – 1988)
6.
Hamid Al Gabid, Mesir
(1989 – 1996)
7.
Azeddine Laraki, Maroko
(1997 – 2000).
8.
Abdelouahed Belkeziz,
Maroko (2001 – 2004)
9.
Dr. Ekmeleddin Ýhsanoðlu, Turki (2005 – sekarang)
Sekretariat
Jenderal yang juga merupakan Markas Besar OKI berkedudukan di Jeddah, Saudi
Arabia.
3.2.4. MAHKAMAH ISLAM INTERNASIONAL
Mahkamah
dimaksudkan akan mempunyai fungsi dan peranan penting sebagai badan peradilan
untuk menyelesaikan sengketa antar negara anggota secara damai. Ide pembentukan
Mahkamah ini berasal dari KTT III di Mekkah.
KTT XIII di Niamey telah pula
menetapkan Kuwait sebagai tempat kedudukan Mahkamah Islam Internasional
tersebut.
3.3 KOMITE KHUSUS
1.
Komite Al Quds (Al Quds / Jerusalem Committee)
Komite ini
dikenal juga sebagai Komite Jerusalem, didirikan berdasarkan Resolusi KTM VI di
Jeddah tahun 1975. Tujuan didirikan komite ini adalah Mengkaji situasi di Al
Quds dan menindaklanjuti serta mengimplementasikan resolusi-resolusi yang
diambil OKI ataupun organisasi/forum internasional lainnya menyangkut Al Quds.
2. Komite Tetap Keuangan (Permanent Finance Committee).
Komite ini
bertugas mempersiapkan, melakukan dan melaksanakan pengawasan atas penggunaan
anggaran Sekretariat Jenderal. Oleh karenanya anggota Komite Tetap Keuangan
adalah semua negara anggota OKI.
3. Komite Tetap mengenai soal-soal Penerangan dan
Kebudayaan (The Standing Committee on
Information and Cultural Affairs/COMIAC).
4. Komite Tetap untuk Ekonomi dan Kerjasama
Perdagangan (The Standing Committee for Economic and Commercial Cooperation/COMCEC).
5. Komite Tetap untuk Kerjasama Pengetahuan dan
Teknologi (The Standing Committee for
Scientific and Technolgical Cooperation/COMSTECH)
6. Komite Perdamaian Islam (Islamic Peace Committee)
7. Komite Tetap untuk Bidang Informasi dan Kebudayaan (The Standing Committee for Information and
Cultural Affairs/COMIAC).
8. Badan Pengawas Keuangan (Financial Control Organ)
9. Selain Komite yang disebut diatas terdapat pula
Komite khusus seperti Komite mengenai Afghanistan; Komite untuk Afrika Selatan
dan Namibia; Komite Solidaritas Islam dengan Rakyat Sahel; Komite mengenai
Situasi Muslim di Philipina serta Komite mengenai Palestina.
3.4 BADAN-BADAN SUBSIDER
1.
Ankara
Centre (The Statistical Economic and
Social, Researh and Training Center for Islamic Countries – SESRTCIC) Merupakan pusat latihan dan riset
statistik, ekonomi dan sosial. Badan ini berpusat di Ankara , Turki.
2.
Dhaka
Centre (The Islamic Centre for Technical
and Vocational Training and Research - ICTVTR) Merupakan pusat riset
dan latihan teknik serta kejuruan Islam dan berpusat di Dhaka, Bangladesh.
3.
Casablanca
Centre (The Islamic Centre for Trade and
the Development – ICDT) Merupakan
pusat pengembangan perdagangan Islam dan berpusat di Casablanca, Maroko.
4.
The Al Quds (Jerusalem ) Fund and its Waqf, Jeddah
5.
The Islamic Solidarity Fund and its
Wagq, Jeddah.
6.
The Researh Centre for Islamic History
Art and Culture, Istanbul .
7.
The Islamic Foundation of Science,
Technology and Development, Jeddah.
8.
The Islamic Fiqih Academy
9.
The International Commission for the
Preservation of Islamic Heritage,
Istanbul.
3.5 ORGAN-ORGAN KHUSUS
1.
Bank
Pembangunan Islam (Islamic Development Bank-IDB)
Bank ini berdiri
pada tahun 1975 dan berpusat di Jeddah, Saudi Arabia. Dibentuk dengan tujuan
utama memberikan sumbangan untuk pembangunan ekonomi dan kemajuan sosial
negara-negara anggota, meningkatkan kerjasama ekonomi, membantu mendirikan
lembaga keuangan dan perbankan Islam serta mendorong usaha-usaha kemajuan
minoritas Islam di negara-negara bukan anggota.
2.
Kamar
Dagang, Industri dan Komoditi Islam (Islamic
Chamber of Commerce, Industry and Commodity Exchange – ICCICE)
Kegiatan
KADIN Islam antara lain mengkoordinasikan Islamic
Fair secara teratur dan juga meneliti proyek-proyek industri patungan antar
negara-negara anggota bekerjasama dengan IDB ataupun pusat-pusat lainnya.
3.
Islamic International
News Agency (IINA),
Jeddah.
4.
Islamic State
Broadcasting Organization (ISBO),
Jeddah
5.
Islamic Ship owners Association, Jeddah.
6.
Islamic Education,
Scientific and Cultural Organization, Casablanca .
3.6 KEANGGOTAAN INDONESIA DALAM OKI
3.6.1 PERANAN I NDONESIA
Sesuai dengan
Artikel VIII Piagam OKI yang menyangkut keanggotaan dijelaskan bahwa organisasi
terdiri dari negara-negara Islam yang turut serta dalam KTT yang diadakan di
Rabat dan KTM-KTM yang diselenggarakan di Jeddah, Karachi serta yang
menandatangani Piagam.
Kriteria
yang dirancang oleh Panitia Persiapan KTT
I adalah bahwa "Negara Islam" adalah negara yang
konstitusional Islam atau mayoritas penduduknya Islam. Semua negara muslim dapat bergabung dalam
OKI.
Keanggotaan
Indonesia di dalam OKI adalah unik. Pada tahun-tahun pertama, kedudukan Indonesia dalam
OKI menjadi sorotan baik di kalangan OKI
sendiri maupun di dalam negeri. Indonesia
menjelaskan kepada OKI bahwa Indonesia
bukanlah negara Islam secara konstitusional dan tidak dapat turut sebagai penandatangan Piagam. Tetapi Indonesia telah turut sejak awal dan
juga salah satu negara pertama dan yang turut berkecimpung dalam kegiatan OKI.
Kedudukan Indonesia disebut sebagai "partisipan aktif". Status, hak
dan kewajiban Indonesia
sama seperti negara-negara anggota lainnya.
Sebagai
negara yang berfalsafah Pancasila dan sebagai negara yang sebagian besar
penduduknya beragama Islam, maka Indonesia patut menyambut positif setiap usaha
untuk meningkatkan derajat, status sosial dan kesejahteraan serta kemakmuran
umat Islam seperti yang menjadi tujuan
Konferensi, terutama dalam hal-hal yang bermanfaat bagi usaha-usaha pembangunan
dalam segala bidang yang merupakan program utama Pemerintah Indonesia.
Selain
untuk memperoleh manfaat langsung bagi kepentingan nasional Indonesia,
keikutsertaan Indonesia diharapkan dapat menggalang dukungan bagi kepentingan
Indonesia di forum-forum internasional lainnya, baik yang menyangkut bidang politik maupun bidang ekonomi dan
sosial budaya.
Tujuan-tujuan
dan prinsip-prinsip yang tertera dalam Piagam OKI menunjukkan semangat yang
sejalan dengan prinsip Bandung dan Non
Blok, khususnya dalam rangka pengembangan solidaritas dan tekad menghapuskan
segala bentuk kolonialisme serta sikap tidak campur tangan di dalam urusan
dalam negeri masing-masing negara anggota.
Peranan
Indonesia selama ini dinilai oleh negara-negara anggota lainnya sangat positif
dan konstruktif. Hal ini tidak berlebihan jika dilihat bahwa banyak
pertentangan kepentingan antara kelompok-kelompok "progresif
revolusioner" dengan kelompok
"konservatif/moderat" dapat dijembatani oleh Indonesia. Hal
ini dimungkinkan antara lain oleh sikap tidak memihak RI terhadap sengketa
regional Arab.
Sebagai peserta,
Indonesia telah berperan secara aktif
dalam OKI, baik dalam kegiatannya maupun dengan sumbangan yang diberikan
kepada organisasi ini dalam rangka meningkatkan kesetiakawanan diantara anggota
OKI, disamping untuk membina kerjasama di bidang ekonomi, sosial budaya dan
bidang-bidang lainnya yang semuanya dilakukan dalam rangka menunjang
pembangunan nasional Indonesia di segala bidang.
3.6.2 ALASAN MASUKNYA INDONESIA DALAM OKI
Pada
KTT III tahun 1972 di Jeddah, Saudi Arabia, Indonesia secara resmi menjadi
anggota OKI dan turut menandatangani piagam OKI. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa Indonesia termasuk salah satu negara anggota OKI pemula. Bahkan
didalam pertemuan-pertemuan resmi, Indonesia dianggap telah menjadi anggota OKI
sejak tahun 1969.
Bagi
Indonesia keterlibatannya didalam OKI merupakan kesempatan yang baik dalam
rangka pengembangan ekonomi/ perdagangan diantara sesama negara-negara OKI
terutama dalam kaitannya dengan kepentingan pembangunan yang sedang berlangsung
di Indonesia, khususnya dalam peningkatan ekspor non migas.
Beberapa
alasan masuknya Indonesia di dalam OKI, antara lain :
a.
Secara
obyektif, Indonesia
ingin mendapatkan hasil yang positif bagi kepentingan nasional Indonesia .
b.
Indonesia merupakan negara yang sebagian besar
penduduknya beragama Islam meskipun secara konstitusional tidak merupakan
negara Islam.
c.
Dari
segi jumlah penduduk yang beragama Islam, maka jumlahnya merupakan jumlah
penduduk beragama Islam terbesar di dunia.
d.
Indonesia menganut politik luar negeri yang bebas
dan aktif sehingga dapat diterapkan
dalam organisasi-organisasi internasional termasuk OKI sejauh tidak menyimpang
dari kepentingan nasional Indonesia .
Terdapat kesamaan pandangan antara OKI dan Indonesia, yaitu sama-sama
memperjuangkan perdamaian dunia berdasarkan kemanusiaan yang adil dan beradab,
disamping kepentingan dalam bidang perekonomian dan perdagangan.
3.6.3 KEPENTINGAN INDONESIA DALAM OKI
a.
Menyangkut
masalah politis dimana Indonesia
sebagai salah satu negara berkembang berpijak pada politik luar negeri yang
bebas dan aktif.
b.
Sebagai
negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, ikut menggalang solidaritas
Islamiyah.
c.
Menarik manfaat bagi kepentingan pembangunan Indonesia, khususnya dalam
kerjasama ekonomi dan perdagangan di antara negara-negara anggota OKI.
3.6.4 PERDAGANGAN INDONESIA DENGAN NEGARA ANGGOTA OKI
Perdagangan
Indonesia dengan Negara-negara anggota OKI masih relative kecil. Pada tahun
2002 total nilai ekspor non migas sebesar US$ 45,046.07 juta hanya US$ 5,323.38
juta atau 11,82% yang merupakan ekspor ke Negara OKI. Sedangkan pada tahun yang
sama impor Indonesia dari Negara OKI sebesar US$1,355.12 juta yang berarti
surplus sebesar US$ 3,968.26 juta.
Sampai
dengan bulan Oktober 2003 total nilai ekspor non migas Indonesia sebesar US$ 39,442.53 juta, dan untuk ekspor non migas ke Negara OKI hanya
sebesar US$ 4,697.22 juta.
Dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu maka terjadi
peningkatan sebesar 4,26%.
*) Tahun 2003 s.d bulan Agustus
Impor
Indonesia dari Negara OKI selama periode Januari – Oktober 2003 sebesar US$ 1,185.03 juta atau meningkat
8,8% dibandingkan periode yang sama tahun 2002.
Dibandingkan
dengan total ekspor non migas Indonesia tahun 2003 (s/d bulan Oktober) sebesar
US$ 39,442.53 juta, maka ekspor ke Negara-negara OKI relative kecil. Kecilnya volume perdagangan diantara Negara
OKI antara lain disebabkan Negara-negara tersebut kurang memperoleh informasi
mengenai potensi sesama Negara anggota OKI. Selain itu, tidak semua anggota OKI
mempunyai kemampuan daya beli tunai, jadi ketika mereka terlibat dalam
transaksi perdagangan, mereka tidak mempunyai posisi tawar yang baik dan tidak
punya kesempatan memberi jangka waktu tenggang pembayaran. Di lain pihak, pihak
ketiga akan dengan mudah memperoleh modal dan membeli secara tunai dari Negara
OKI sebagai produsen kemudian menjual kembali kepada Negara OKI lain dengan
harga yang tinggi. Oleh karenanya, perlu peningkatan hubungan bilateral antara
Indonesia dengan Negara-negara OKI sebagai optimalisasi pelaksanaan Joint
Economic Commission serta peningkatan kerjasama multilateral dengan
meningkatkan keikutsertaan pemerintah pada lembaga-lembaga lainnya.
Dalam
rangka mempromosikan potensi yang dimiliki, Indonesia melalui Badan
Pengembangan Ekspor Nasional, Depperindag telah menyelenggarakan berbagai pameran
di luar negeri antara lain di Sharjah pada bulan September 2003 dan di Libya
pada bulan November 2003.
*) Tahun 2003 s/d bulan
Agustus
BAB IV
PENUTUP
Kerjasama antara Negara-negara OKI yang selama ini
telah terjalin perlu lebih dipererat. Hal ini perlu ditegaskan mengingat
persepsi sebagian kalangan barat yang mengidentikkan citra islam dengan
kekerasan dan terorisme. Persepsi tersebut harus dihilangkan. Oleh sebab itu
berbagai kalangan berharap agar diantara sesama Negara anggota OKI terdapat
solidaritas yang tinggi dalam menyikapi berbagai permasalahan yang terjadi dan
menimpa Negara-negara OKI khususnya dunia Islam.
Dalam bidang ekonomi dan perdagangan telah
ditandatangani Agreement on Trade Preferential System of the Organization of
the Islamic Conferences (TPS-OIC). Meskipin termasuk Negara yang pertama
kali menandatangani Agreement tersebut, tetapi sampai saat ini Indonesia belum
meratifikasi TPS-OIC dimaksud. Pada Putaran Pertama Perundingan TPS-OIC yang
diselenggarakan pada bulan April 2004 di Turki, Indonesia hanya sebagai
peninjau dan diharapkan segera dapat meratifikasi agreement TPS-OIC. Untuk itu
Indonesia perlu secara serius mempertimbangkan kemungkinan ratifikasi
perjanjian tersebut dalam waktu dekat.
Perdagangan Indonesia dengan Negara-negara OKI
sampai dengan tahun 2003 masih relative kecil padahal OKI merupakan salah satu
pasar potensial untuk produk-produk Indonesia. Berbagai usaha perlu
dilaksanakan dalam rangka mempromosikan produk Indonesia di Negara-negara OKI
diantaranya dengan mengadakan pameran sebagai tindak lanjut pameran di Sharjah
dan Libya. Disamping itu upaya-upaya peningkatan perdagangan perlu dilaksanakan
secara optimal melalui fora
multilateral.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar